Dengan gaya Fotografi Low Key, sebuah karya foto akan menampilkan suatu kontras yang tajam antara gelap dan terang, hitam dan putih.
Hari ini, memotret bukanlah lagi sekedar hobi maupun aktivitas bekerja belaka. Sejak fotografi didigitalisasi dan juga seiring perkembangan teknologi smartphone yang seolah tak berujung, memotret menjelma menjadi sebuah “perilaku.”
Sekarang ini, aktivitas memotret tidak lagi menjadi “istimewa.” Dengan gadget yang beredar, serta dukungan aplikasi fotografi yang melimpah, seseorang dapat begitu saja menghasilkan foto yang bagus. Hal ini tentu saja merupakan pencapaian luar biasa. Dan untuk sampai pada titik sekarang ini, fotografi telah mengalami perjalanan sejarah yang cukup panjang.
Seperti halnya media artistik visual lainnya, fotografi pun pada dasarnya memiliki tantangan dan kesulitan tersendiri untuk mencapai kualitas estetik yang baik. Pada periode awal, para fotografer pionir berjibaku dalam bereksplorasi hanya untuk mendapatkan suatu foto yang baik dan bagus.

Berbagai tehnik dan genre silih berganti muncul dalam sejarah panjang fotografi. Masing-masing memiliki kelebihan dan nuansa yang khas. Dan salah satu tehnik yang cukup penting adalah tehnik Low Key. Istilah “Low Key” secara etimologis, masih terus ditelusuri. Namun beberapa sumber mengungkap bahwa istilah ini sempat muncul antara tahun 1890 -1895. Awalnya Low Key ini diambil dari istilah musik. “Low Key” dimaknai sebagai suatu nada – tone yang tenang dan mendalam dengan kesan misterius.
Di Fotografi, ‘Low Key’ adalah tehnik pengambilan gambar dengan memanfaatkan tone-tone yang gelap, bahkan cenderung ke arah hitam untuk menghasilkan nuansa yang dramatis. Tehnik ini menuntut seorang fotografer untuk menggunakan cahaya dengan sangat selektif. Di mana cahaya hanya menerangi bagian tertentu saja pada obyek. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kontras dengan menampilkan garis-garis bayangan yang tajam dan keras.
Untuk membuat karya fotografi Low Key, biasanya proses pemotretan dilakukan di sebuah ruangan gelap dengan hanya memanfaatkan satu atau dua sumber cahaya yang terarah. Cahaya dapat bersifat natural ataupun artifisial – buatan. Tehnik ini juga dapat dilakukan di luar ruangan – outdoor, dan umumnya dilakukan pada malam hari.

Fotografi Low Key ini tidak semerta-merta hadir begitu saja. Seperti halnya fotografi yang memiliki akar kesejarahan pada seni lukis, tehnik ini pun berasal dari sumber yang sama.
Pertemuan antara komposisi gelap – terang yang tajam untuk menghasilkan suatu efek tertentu pada dasarnya sudah muncul bahkan sejak zaman Yunani Kuno. Pada masa itu, Apollodorus menggunakan tehnik ‘Skiagraphia’ atau “Shadow Painting” untuk menciptakan efek tiga dimensional.
Tehnik itu kemudian digunakan juga oleh Leonardo Da Vinci yang terlihat pada karya “Virgin of the Rocks” (1438-1468). Di mana tehnik itu ia gunakan untuk mencapai suatu bentuk kedalaman obyek. Tehnik gelap-terang yang tajam ini kemudian lebih banyak digunakan di masa-masa Mannerisme dan Baroque.

Pada masa itu, tehnik tersebut dikenal dengan nama ‘Chiaroscuro.’ Penamaan tehnik ini berasal dari bahasa Italia. ‘Chiaro’ bermakna ‘jelas’ atau ‘terang’. Sementara ‘Oscuro’ bermakna ‘suram’ atau ‘gelap.’ Tehnik ini banyak digunakan oleh seniman-seniman besar seperti Caravaggio, Rembrandt, Baglione hingga Georges de La Tour. Pada perkembangannya tehnik ini pun disebut sebagai ‘Pencahayaan Khas Rembrandt’ – ‘Rembrandtian Light’ yang kemudian banyak dihubung-hubungkan dengan tehnik fotografi Low Key.
Seiring dengan naiknya popularitas Modernism Photography yang menggantikan Pictorialisme, Low Key ketika itu menjadi tehnik yang cukup populer di kalangan para fotografer. Karena ketertarikan publik yang bergerak ke arah gaya gambar dengan kontras yang tajam. Low Key yang hanya sekedar tehnik pun, menjelma menjadi suatu gaya fotografi. Edward Steichen, Edward Weston dan Imogen Cunningham adalah sederet nama-nama yang dikenal dengan gaya Low Key tersebut.
