Piktorialisme bukan hanya trend visual dan artistik belaka. Ia adalah sebuah gerakan artistik, pemikiran filsafat sekaligus estetika.
Sekitar beberapa tahun yang lalu, tepatnya di tahun 2011. Ciputra Artpreneur menyelenggarakan ‘Beyond Photogaphy,’ suatu pameran foto yang cukup ambisius. Pameran itu meliputi dan melibatkan para fotografer yang bergerak baik itu untuk tujuan komersial maupun jurnalistik. Selain itu pun dilibatkan juga para seniman dan perupa yang menggunakan medium fotografi untuk berkarya.
Pertemuan antar karya-karya mereka sangatlah cair. Batasan-batasan teori dan definitif tentang fotografi seolah kabur dan lebih cenderung membaur. Namun hal yang sama sayangnya tidak terjadi dalam acara diskusi tentang pameran itu. Masing-masing saling mempertahankan definisinya tentang fotografi dengan segala macam alasan dan logika. Ujung-ujungnya tidak ada kesepakatan, yang ada hanya perdebatan panjang yang tiada henti.

Jika dilihat secara sempit, perdebatan tanpa ujung itu seolah-olah menjadi hal yang tidak penting. Namun sesungguhnya perdebatan itu sendiri adalah dialektika yang memperlihatkan betapa maju dan dinamisnya fotografi hari ini di Indonesia. Ia tidak lagi sekedar praktik dokumentasi belaka, Fotografi justru sudah mengakar secara konsep dan ideologis.
Hal semacam itu tentu saja berbeda jauh dengan kondisi fotografi di masa-masa awalnya. Perdebatan dan dialektika memang sudah muncul ketika itu. Namun semuanya mengarah pada satu tujuan, yaitu mendorong fotografi agar diakui sebagai salah satu medium artistik seni. Dan Piktorialisme – Pictorialism adalah salah satu gerakan yang secara militan memperjuangkan hal tersebut.
The Pond, Edward Steichen, 1904.
Piktorialisme atau dalam bahasa inggris Pictorialism adalah label dari suatu gaya dan gerakan artistik internasional di abad ke-19 hingga 20 Masehi yang didominasi oleh fotografi. Kemunculan istilah Piktorialisme sendiri masih menjadi perdebatan panjang. Beberapa sumber menyebutkan bahwa istilah itu muncul pertama kali dalam buku karangan Henry Peach Robinson yang berjudul “Being Hints on Composition and Chiaroscuro for Photographers.” Dalam buku itu istilah ‘Pictorial’ pertama kali dirujuk pada fotografi.
Pictorialisme lahir sebagai bentuk respon terhadap pandangan publik ketika itu yang menganggap bahwa fotografi tidak lebih sebagai alat perekam atau dokumentasi belaka. Para piktorialis – pendukung Piktorialisme mengklaim bahwa fotografi juga dapat menampilkan ekspresi personal. Fotografi dapat menawarkan keindahan lain yang khas lebih dari sekedar hasil rekaman obyek, momen dan fakta.
