Piktorialisme: Gerakan Revolusioner dalam Fotografi

piktorialisme

Piktorialisme bukan hanya trend visual dan artistik belaka. Ia adalah sebuah gerakan artistik, pemikiran filsafat sekaligus estetika.

Sekitar beberapa tahun yang lalu, tepatnya di tahun 2011. Ciputra Artpreneur menyelenggarakan ‘Beyond Photogaphy,’ suatu pameran foto yang cukup ambisius. Pameran itu meliputi dan melibatkan para fotografer yang bergerak baik itu untuk tujuan komersial maupun jurnalistik. Selain itu pun dilibatkan juga para seniman dan perupa yang menggunakan medium fotografi untuk berkarya.
Pertemuan antar karya-karya mereka sangatlah cair. Batasan-batasan teori dan definitif tentang fotografi seolah kabur dan lebih cenderung membaur. Namun hal yang sama sayangnya tidak terjadi dalam acara diskusi tentang pameran itu. Masing-masing saling mempertahankan definisinya tentang fotografi dengan segala macam alasan dan logika. Ujung-ujungnya tidak ada kesepakatan, yang ada hanya perdebatan panjang yang tiada henti.
salah satu karya foto genre piktorialisme
Fading Away, Henry Peach Robinson, 1858

Jika dilihat secara sempit, perdebatan tanpa ujung itu seolah-olah menjadi hal yang tidak penting. Namun sesungguhnya perdebatan itu sendiri adalah dialektika yang memperlihatkan betapa maju dan dinamisnya fotografi hari ini di Indonesia. Ia tidak lagi sekedar praktik dokumentasi belaka, Fotografi justru sudah mengakar secara konsep dan ideologis.

Hal semacam itu tentu saja berbeda jauh dengan kondisi fotografi di masa-masa awalnya. Perdebatan dan dialektika memang sudah muncul ketika itu. Namun semuanya mengarah pada satu tujuan, yaitu mendorong fotografi agar diakui sebagai salah satu medium artistik seni. Dan Piktorialisme – Pictorialism adalah salah satu gerakan yang secara militan memperjuangkan hal tersebut.

salah satu karya foto piktorialismeThe Pond, Edward Steichen, 1904.

Piktorialisme atau dalam bahasa inggris Pictorialism adalah label dari suatu gaya dan gerakan artistik internasional di abad ke-19 hingga 20 Masehi yang didominasi oleh fotografi. Kemunculan istilah Piktorialisme sendiri masih menjadi perdebatan panjang. Beberapa sumber menyebutkan bahwa istilah itu muncul pertama kali dalam buku karangan Henry Peach Robinson yang berjudul “Being Hints on Composition and Chiaroscuro for Photographers.” Dalam buku itu istilah ‘Pictorial’ pertama kali dirujuk pada fotografi.

Pictorialisme lahir sebagai bentuk respon terhadap pandangan publik ketika itu yang menganggap bahwa fotografi tidak lebih sebagai alat perekam atau dokumentasi belaka. Para piktorialis – pendukung Piktorialisme mengklaim bahwa fotografi juga dapat menampilkan ekspresi personal. Fotografi dapat menawarkan keindahan lain yang khas lebih dari sekedar hasil rekaman obyek, momen dan fakta.

salah satu karya piktorialisme
Struggle, Robert Demachy, 1903.

Untuk menunjukkan hal itu, proses yang dilakukan oleh para Piktorialis memang cukup berbeda dengan yang umum dilakukan oleh fotografer lainnya. Mereka cenderung memanipulasi gambar dengan berbagai cara yang unik. Misalnya dengan menampikan sapuan-sapuan kuas atau goresan-goresan khas seni cetak grafis. Warna dan tonalitas foto pun menjadi sasaran empuk untuk dimodifikasi. Alhasil, karya-karya fotografi Piktorialisme pun memiliki mood dan nuansa yang sangat khas.

Modifikasi yang dilakukan tentu saja melibatkan proses cetak yang berbeda pula. Para Piktorialis kemudian menjelajahi banyak material dan proses yang pada waktu itu dianggap “nyeleneh” untuk fotografi. Dan kelak di kemudian hari, proses-proses cetak yang biasa mereka lakukan dikenal sebagai ‘Alternatif Photograhic Processes.’ Untuk lebih jelasnya tentang proses itu, akan kita bahas pada artikel yang lain.

salah satu karya foto piktorialismeWinter – Fifth Avenue, Alfred Stieglitz, 1893.

Presentasi unik dan khas yang ditampilkan oleh Piktorialisme nampaknya merebut perhatian khalayak umum. Hal ini juga dibantu dengan gelombang globalisasi melalui perdagangan internasional dan perjalanan wisata. Tak butuh waktu lama, Piktorialisme yang juga muncul dalam berbagai majalah dan buku yang diperdagangkan secara internasional pun mengundang banyak simpatisan. Sejak itu Piktorialisme menjadi gaya artistik internasional.

Popularitas fotografi Piktorialisme akhirnya, mau tidak mau mengundang perhatian para kritikus dan sejarawan seni. Mereka kemudian berpandangan bahwa Piktorialisme bukanlah sekedar trend visual dan artistik belaka. Ia berperan dalam perubahan sosial-kultural pada waktu itu. Oleh karena itu mereka berpendapat bahwa Piktorialisme adalah sebuah gerakan artistik, pemikiran filsafat sekaligus estetika. Dengan munculnya pendapat itu, memang tidak serta-merta mengakhiri perdebatan tentang posisi fotografi dalam seni, namun pendapat tersebut menjadi gerbang awal sekaligus pembuka untuk langkah-langkah berikutnya.

Perjuangan untuk diakui terus berlanjut, para punggawa fotografi sekaligus piktorialis seperti Alfred Stieglitz, Edward Steichen, Clarence White dan lain-lain, terus berjuang dan berkarya. Perjuangannya bukan hanya untuk diakui secara ideologis saja, tetapi juga secara komersial. Artinya menempatkan fotografi sebagai salah satu komoditi seni yang layak untuk dikonsumsi.

Sumber:

www.metmuseum.org

www.artys.net

www.theartstory.org

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel lainnya