Warna dan Sisi Misteriusnya yang Tak Berbatas

pengertian warna

Warna sesungguhnya akan tetap menyimpan banyak misteri sebagaimana pun kerasnya upaya manusia untuk membongkarnya.

Interaksi manusia dengan warna, memiliki kisah yang lebih panjang daripada penemuan tentang teorinya itu sendiri. Sifat interaksinya naluriah, instingtif, dan imitatif. Manusia mengenalnya dari obyek-obyek alam sekitarnya. Alam memberikan berbagai rasa dan sensasi tertentu bagi manusia melalui dimensi dan warna yang ditampilkannya. Dari situlah, manusia mengambil dan menirunya untuk kemudian dijadikan benda-benda pendukung hidupnya, baik itu yang bersifat spiritual maupun fungsional.
Pergaulan manusia dengan warna juga bisa menjadi misteri ketika itu muncul dari aktivitas anak-anak. Mereka (anak-anak) memiliki pengertian sendiri tentang warna, yang terkadang tidak dimengerti oleh orang dewasa. Dalam banyak hal, apa yang dilakukan oleh anak-anak bisa sangat mengejutkan dan menawarkan keindahan yang khas.
Hal yang serupa juga bisa terjadi pada orang dewasa yang kurang beruntung secara indrawi, baik itu mereka yang buta warna atau bahkan tuna netra. Dengan hanya sedikit pengalaman tentang warna, apa yang mereka hasilkan justru menjadi hal yang luar biasa.
contoh kombinasi warna
Ada beberapa kasus menarik tentang para tuna netra yang melukis. Dari perbincangan-perbincangan yang dilakukan, ternyata mereka bisa mengenali warna cat dari baunya saja. Dari bebauan itulah mereka mengkomposisikan hingga menjadi karya-karya lukis yang menarik. Atau ada juga kasus di mana seorang yang buta warna dapat menjadi desainer dan seniman yang cukup sukses. Di kasus ini, mereka mengungkapkan bahwa teknologi komputer grafis berperan besar dalam membantu mereka mengenali dan mengkomposisikan warna.
Kembali pada apa yang sempat disinggung pada artikel sebelumnya. Ketika mencoba menyempitkan budaya Nusantara pada tradisi batik, akan terlihat bagaimana batik itu menawarkan sebuah estetika yang khas. Estetika yang natural dan purba.
Komposisi warnanya seolah tak peduli pada jerih payah Newton dan Goethe yang berjibaku mempertahankan pendapatnya hingga menjadi sebuah teori. Ia juga tak acuh pada Color Wheel yang menjadi rujukan estetika modern. Sikap itu bukan hanya terjadi pada karya-karya batik kuno yang notabene jauh lebih tua dibandingkan teori warna, tetapi juga pada produksi batik sekarang ini. Meskipun demikian, sikap itulah yang menjadikan batik dipandang oleh dunia.
Batik Nusantara memang tidak berdiri sendiri. Di periode akhir Majapahit, sekitar abad ke-15 Masehi, Batik telah mengalami proses akulturasi. Ia bergaul dengan budaya-budaya lain, terutama yang dibawa oleh para pedagang dari Tiongkok. Peranan pergaulan budaya itu cukup besar bagi perkembangan estetika batik. Dari situ lahir diantaranya Batik Encim di Pekalongan dan Batik Lasem. Tidak berhenti begitu saja, perkembangan kemudian bergeser ke arah barat dan melahirkan salah satunya Batik Tegal, melalui peran R.A Kardinah.
Meskipun telah mengalami berbagai percampuran dan sofistikasi, batik tetap memiliki kekhasannya sendiri. Ia memang tidak melihat warna sebagai suatu hal yang ilmiah. Tidak juga melihatnya berdasarkan sensasi-sensasi yang dimunculkan dari persepsi, sebagaimana yang diungkap oleh Newton dan Goethe. Batik memang masih menampilkan warna sebagaimana banyak orang Indonesia memandangnya sebagai simbol dan makna yang terkadang masih berbumbu spiritualitas. Namun itu tak membuat batik menjadi obselete – usang. Ia justru berdiri tegak dengan identitasnya yang khas.
Warna sesungguhnya akan tetap menyimpan banyak misteri bagaimana pun kerasnya upaya manusia untuk membongkarnya. Sama misteriusnya dengan keindahan komposisi yang dihasilkan oleh anak-anak, atau estetika batik, yang bahkan sama sekali tidak mengenal teori-teori yang ditawarkan oleh Newton dan Goethe. Penelusuran tentang warna tampaknya akan terus-menerus dilakukan. Para pekerja di bidang visual pun tak akan habis-habisnya untuk mencoba berbagai kombinasi yang baru. Yang sesungguhnya tidak memiliki batas, meskipun sudah banyak orang yang mencoba membatasinya dengan teori-teori tertentu.
Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel lainnya