Candi Tegalinggah: Candi tersembunyi di Bali

Siang itu daerah Denpasar dan Gianyar diselimuti mendung. Meskipun cuaca tidak begitu bersahabat, kami harus tetap menjalankan tugas menelusuri kekayaan sejarah dan budaya di tanah para dewa ini. Kali ini tempat yang dituju adalah Candi Tebing Tegallinggah yang terletak di banjar Tegallinggah, desa Bedulu, Blahbatuh Gianyar, Bali.

Keterbatasan informasi mengenai situs purbakala ini membuat saya harus terlebih dahulu mengunjungi museum Arkeologi dan Gedong Arca di desa Pejeng untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap. Setelah mendapatkan cukup informasi sekedarnya, kami pun harus memutar ke arah timur untuk kembali ke arah kota Gianyar, karena desa Pejeng tempat museum berada terletak di arah utara menuju ke Tampaksiring.
Menurut pihak museum, Candi Tebing Tegallingah ini belum dipromosikan sebagai salah satu obyek wisata. Berbekal informasi yang sudah diberikan kami pun melanjutkan mencari “candi yang tersembunyi” ini. Setelah menempuh perjalanan selama 15 menit dengan sepeda motor, akhirnya kami tiba di “Gerbang Masuk Candi” berupa jalan setapak. Sesuai dengan keterangan pihak museum, situs purbakala ini memang belum selesai dikembangkan. Di situs ini hanya terlihat papan penanda bahwa lokasi tersebut masuk ke dalam cagar budaya propinsi Bali. Meskipun demikian, akses jalan berupa tangga sudah dibangun untuk memudahkan para pengunjung situs ini. Setelah menuruni puluhan anak tangga dan menyusuri pematang sawah, akhirnya kami tiba di ujung tebing, dari sini kami dapat melihat langsung sebuah pemandangan menakjubkan dari Candi Tebing Tegallinggah.
tegalingah
Tepat di arah sebelah timur terdapat dua cerukan yang dipahat pada dinding tebing, sedangkan di tebing sebelah barat terpahat dengan megahnya dua buah candi utama. Pada tebing sebelah barat ini pun terdapat tujuh cerukan. Antara tebing timur dan barat dipisahkan oleh sungai Pakerisan yang legendaris. Pada dua candi utama terdapat masing-masing tiga lingga yang melambangkan Trimurti atau tiga dewa utama, Brahma, Wisnu dan Siwa. Sisi lain dari kosmologi Hindu di tempat ini adalah cerukan-cerukan yang khusus digunakan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bentuk-bentuk cerukan seperti ini banyak sekali ditemukan di Daerah Aliran Sungai Pakerisan.
Candi Tebing Tegalinggah ini diperkirakan berasal dari abad ke-12 Masehi. Lagi-lagi kita harus berterimakasih pada seorang Arkeolog asing berkebangsaan Belanda bernama Krijgsman atas penemuannya yang menakjubkan ini. Situs purbakala ini memang belum sepenuhnya dibangun dan jarang sekali dikunjungi oleh wisatawan. Tapi bagi anda yang sangat menyukai petualangan dan hal-hal yang berkaitan dengan sejarah, maka situs Candi Tebing Tegallingah ini harus menjadi salah satu kunjungan utama anda. Keadaannya yang masih asri dan hijau akan menjadi sebuah nilai tambah, khususnya bagi anda yang jenuh akan kehidupan di kota besar. (pj)
Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel lainnya