Art Nouveau: Menembus Batas-Batas Tradisi Seni Dunia

lukisan gustav klimt

Art Nouveau bukan hanya menembus batas ruang-ruang pamer seni. Tapi juga mengaburkan batas antara High Arts dengan Seni dekoratif dan fungsional.

Abad 19 adalah abad yang cukup penting untuk perkembangan seni dunia. Di abad ini kedinamisan pemikiran, gagasan dan kecenderungan gaya berkarya para seniman, seolah tak henti-hentinya mengalir. Seniman dan para pemikir besar yang dijadikan rujukan pada masa sekarang ini pun banyak lahir di abad itu. Gerakan-gerakan seni baru, yang revolusioner maupun sekedar revitalisasi dari gaya-gaya kuno silih berganti bermunculan. Salah satunya adalah Art Nouveau. Suatu gaya dan gerakan artistik seni yang memainkan peranan cukup penting untuk perkembangan seni di akhir abad ke-19.
Seperti halnya proses kelahiran gaya atau gerakan seni lainnya, Gerakan ini pun lahir sebagai respon akan gaya artistik yang mendominasi ketika itu. Ia merespon kekakuan gaya-gaya artistik yang lahir dari akademi-akademi seni. Awalnya, gerakan ini memang tidak secara langsung muncul begitu saja. Gaya-gaya dan karakter visual yang digunakan bisa ditelusuri pada gerakan Arts and Crafts Movements. Garis-garis organik dengan karakter lengkung yang khas, serta penggunaan obyek-obyek alam, seperti tangkai bunga, sulur-sulur tanaman, sayap-sayap serangga, menjadi elemen yang sering muncul pada Art Nouveau.
Bangunan penting yang menandai munculnya gerakan Art Nouveau
Bangunan galeri La Maison de L’Art Nouveau.
Art Nouveau sendiri berasal dari bahasa Perancis, yang bermakna “seni yang baru.” Dan uniknya, nama ini bukanlah muncul dari suatu gagasan tertentu tentang seni ataupun gaya artistik tertentu. Art Nouveau justru berasal dari nama sebuah galeri milik Siegfried Bing. Ia menamai galerinya “La Maison de L’Art Nouveau” – “Rumah dari Seni Baru.” Menurut Bing, Art Nouveau tidaklah bertendensi sebagai label dari suatu gerakan tertentu, nama itu tidak lebih dari sebuah nama galeri.
Di tahun 1895, Bing mengadakan pameran di galeri yang baru dibukanya itu dengan menampilkan sejumlah seniman, diantaranya, George Seurat, Paul Signac, Henri Toulouse-Lautrec, Louis Comfort Tiffany, Emille Gallé, René Lalique dan Aubrey Beardsley. Pameran itu bertujuan menampilkan karya-karya baru. Pameran inilah yang kelak dijadikan rujukan sebagai kelahiran Art Nouveau, karena karya-karya yang dipamerkan pada saat itu memang cenderung menampilkan gaya-gaya baru.
Pameran semacam itu, bukanlah yang pertama untuk Bing. Sebelumnya ia pun menyelenggarakan pameran di Société National des Beaux-Arts yang menampilkan Pierre Bonnard, Fèlix Vallotton, Édouard Vuillard dan Henri Toulouse-Lautrec. Pada pameran itu ditampilkan karya-karya yang menggabungkan antara seni lukis modern dan dekoratif. Suatu hal yang belum pernah dilakukan, dan cukup menjadi terobosan baru kala itu.
Plum Park in Kameido, Hiroshige, 1857
Plum Park in Kameido,
Hiroshige, 1857.
Sigfried Bing bukanlah seorang Art Dealer biasa, ia memiliki peran cukup penting perkembangan seni Eropa kala itu. Pada tahun 1891, Bing membuat satu majalah seni tentang seni rupa Jepang. Melalui majalah itu, karakter artistik Jepang menyebar ke se-antero Eropa dan dengan cepat menjadi populer. Nama-nama seperti Hiroshige, Hokusai dan Utagawa Kunisida dengan karya-karya Woodblock Print – Cukil Kayu tradisionalnya memicu gelombang antusiame masyarakat seni Eropa terhadap mereka. Bahkan gaya Jepang yang kelak disebut sebagai “Japonism” itu berperan besar terhadap perkembangan seni di Eropa di akhir abad 19, termasuk mempengaruhi Art Nouveau.
How Sir Tristan Drank of The Love Drink, Aubrey Breadsley, 1894.
How Sir Tristan Drank of The Love Drink, Aubrey Breadsley, 1894.
Sebagai gaya artistik seni, Art Nouveau cukup menuai popularitas yang cukup tinggi, jika dibandingkan dengan gaya atau gerakan seni pendahulunya. Hal ini tidak terlepas dari perkembangan teknologi cetak yang baru ketika itu. Karya-karya para seniman Art Nouveau terdistribusikan dengan baik melalui ilustrasi-ilustrasi yang ditampilkan di media-media tersebut. Oleh karena itu, tak heran jika penyebaran gaya Art Nouveau, bisa meluas hingga ke Amerika Serikat. Art Nouveau pun memiliki sebutan lokal di tiap negaranya. Jugendstil di Jerman, Nieuwe Kunst di Belanda, Stile Floreale atau Arte Nueva di Italia, Modernismo atau Arte Joven di Spanyol dan Tiffany Style di Amerika Serikat.
Salah satu karya penting di periode Art Nouveau
The Kiss, Gustav Klimt, 1907-1908.
Masuknya peran media massa yang membantu penyebaran gaya artistik Art Nouveau, ternyata bukan hanya berdampak pada popularitas gaya tersebut. Tetapi juga memiliki dampak lain yang cukup penting. Media massa menjadi media pajang dan tampil berbagai karya seni, baik dalam bentuk ilustrasi, poster maupun profil karya lukis sebagai kontennya. Seni kemudian menjadi hal yang lebih populer dan massal. Karya seni, baik lukis, patung, bahkan arsitektur yang dianggap sebagai kelas seni tertinggi kala itu, dapat dinikmati oleh banyak orang dalam ruang geografis yang lebih luas. Seni kemudian tidak lagi hanya dapat dinikmati di galeri saja. Ia menyeruak tampil di dinding-dinding kota, masuk ke rumah-rumah melalui majalah dan media massa lainnya.
Art Nouveau bukan hanya menembus batas ruang-ruang pamer seni. Karakter-karakter yang ditampilkannya pun mengaburkan batas antara High Arts yang dianggap lebih luhur dan berkelas dengan Seni dekoratif dan fungsional. Dikotomi seni pada waktu itu memang sudah mengakar secara tradisi di Eropa. Berbagai gerakan atau gaya artistik yang muncul sebelumnya bahkan hanya mempertajam jurang itu. Oleh karena itu, tak heran jika kemudian Art Nouveau dipandang oleh para pemikir seni ketika itu sebagai gerakan revolusional yang berhasil menghilangkan sama sekali dikotomi tersebut.
Salah satu karya penting di periode Art Nouveau
Portrait of Gerti Schiele, Egon Schiele, 1909.
Sayangnya letupan Art Nouveau pada lini masa sejarah perkembangan seni itu dapat dikatakan tidak berkelanjutan. Fenomena artistik Gustav Klimt yang cukup signifikan kala itu, ternyata tidak mengundang banyak pelukis muda untuk mengikuti jejaknya. Begitu juga dengan Egon Schiele yang kemudian lebih banyak berkarya ke arah Ekspressionisme. Ujungnya di sekitar tahun 1910, gerakan ini malah dianggap usang dan tidak lagi representatif. Kelak gerakan ini digantikan oleh gaya artistik baru bernama Art Déco.
Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel lainnya

gitaris terbaik indonesia

Lima Gitaris Inspiratif di Indonesia

Gitaris inspiratif dapat diartikan dari banyak sisi. Bisa diartikan inspiratif secara musikalitas, dan bisa juga dilihat dari pengaruh dan kontribusinya terhadap dunia musik dan pola

Read More »