Bandung, Antara Desain Art Déco dan Pablo Picasso

poster bandung art deco

Gairah seni di kota Bandung pada dasarnya sudah dimulai sejak era kolonial. Sejak dulu, kota ini memang memiliki peran yang cukup berbeda dengan kota lainnya.

Entah apa alasannya mengapa kota Bandung tidak henti-hentinya dikunjungi oleh para wisatawan. Apakah karena keindahan kotanya, keramahan orang-orangnya atau…Bisa saja karena nuansa seni yang menyelubungi kota pewaris gaya Art Déco ini. Seni yang membawa kesejukkan, seperti yang pernah diungkapkan oleh Pablo Picasso, “Art washes away from the soul, the dust of everday life.”
Untuk urusan seni, selain kota Jogjakarta, Bandung memang dikenal sebagai kota kreatif dan pusat perkembangan seni di Indonesia. Bahkan di dunia seni rupa dikenal istilah “Kubu Bandung” dan “Kubu Jogja,” sebuah dikotomi tentang mahzab seni yang berkembang di tanah air. Istilah ini sesekali masih muncul bahkan hingga sekarang.
Meskipun demikian, hal ini sebenarnya membuktikan bahwa dua kota tersebut memang memiliki intensitas yang tinggi terhadap seni. Hal itu tak lepas dari dukungan dua sekolah seni tertua di Indonesia, ASRI (sekarang ISI) di Jogjakarta dan FSRD ITB di Bandung.
Bukan hanya di seni rupa saja. Beberapa dekade ke belakang, Bandung juga dikenal sebagai barometer musik tanah air. Fakta lain tentang aktivitas seni di kota Bandung adalah ketika kota ini bersama dengan Jakarta dan Medan menjadi pusat pergerakan dan perkembangan komik atau CerGam – Cerita Gambar Indonesia pada kurun waktu tahun 60an hingga 70an.
bandung Arsitektur
bandung Arsitektur: Gedung Merdeka yang pada masa kolonial Belanda memiliki nama Sociëteit Concordia.
Gairah seni di kota Bandung pada dasarnya sudah dimulai sejak era kolonial. Sejak dulu, kota ini memang memiliki peran yang cukup berbeda dengan kota lainnya. Hal ini terbukti dengan banyaknya pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda ketika itu. Meskipun demikian, alih-alih membentuknya sebagai kota politik dan pemerintahan seperti di Batavia. Bandung cenderung dirancang sebagai kota yang bersifat rekreatif dan kultural.
Hal ini terlihat jelas dengan dibangunnya gedung Sociëteit Concordia yang berfungsi sebagai tempat berkumpulnya masyarakat elite Hindia Belanda pada masa itu. Persis seperti fungsi Salon untuk masyarakat elite Perancis. Seiring waktu, juga trend visual yang berganti di Eropa. Gedung itu pun mengalami renovasi di tahun 20an. Gedung yang semula memiliki rancangan sederhana. Menjelma menjadi gedung yang mewah dan artistik.
Dengan sentuhan desain Art Déco sebagai warna utamanya. Gaya Art Déco bukan hanya digunakan pada Sociëteit Concordia saja. Tetapi juga pada hampir seluruh bangunan-bangunan penting serta pada hunian-hunian pembesar di Bandung ketika itu. Walhasil, Art Déco bukan hanya merubah hampir keseluruhan wajah kota Bandung. Tetapi juga menjadikan kota ini sebagai kota yang paling trendy dan artistik ketika itu. Bahkan Bandung disetarakan dengan keindahan kota Paris. Oleh karenanya tak heran jika akhirnya julukan Parijs Van Java tersemat kemudian pada kota ini.
bandung Arsitektur
bandung Arsitektur: Poster Pameran Internasional Seni Dekoratif dan Industri Modern di Paris tahun 1925
Art Déco sendiri sebenarnya merupakan salah satu gaya seni yang melingkupi banyak bidang, termasuk arsitektur, desain interior, furnitur, fashion dan banyak lainnya. Gaya ini muncul di Perancis tepat sebelum pecahnya Perang Dunia pertama.
Istilah Art Déco sendiri pertama kali muncul sebagai singkatan dari Art Décoratifs yang merupakan bagian kata dari tajuk sebuah pameran “Exposition Internationale des Arts Décoratifs et Industriels Modernes – Pameran Internasional Seni dekoratif dan Industri Modern.” Pameran ini dihelat di kota Paris pada tahun 1925. Sementara istilah Art Décoratifs sendiri pertama kali muncul di tahun 1858 dari sebuah artikel yang diterbitkan oleh “Bulletin de la Société Française de Photographie.”
Pada masa itu, para kritikus berusaha menganalisis, menjabarkan dan mendefinisikan apa itu Art Déco sebagai gejala yang unik pada seni ketika itu. André Vera, seorang pionir dalam gerakan ini, mengungkapkan dalam tulisannya “Le Nouveau Style” yang diterbitkan oleh jurnal “Art Décoratifs,” bahwa Art Déco dapat dipandang sebagai bentuk penolakan terhadap Art Nouveau, terutama terhadap struktur visualnya yang bersifat assimetris, piktorial dan polychrome – banyak warna. Sebaliknya Art Déco justru lebih cenderung pada simplisitas – kesederhanaan dengan penekanan pada struktur-struktur yang bersifat simetris dan harmonis.
Dan aspek-aspek inilah yang menjadi ciri-ciri umum Art Déco, meskipun kemudian ciri-ciri tersebut berkembang menjadi lebih kompleks dan berwarna. Pendapat lain mengatakan bahwa Art Déco adalah bentuk reaksi sekaligus penerus Art Nouveau. Letak perbedaan keduanya ada pada kecenderungan Art Déco terhadap ciri-ciri visual yang terfragmentasi pada bentuk-bentuk dasar geometrik.
Yang lain berpendapat bahwa Art Déco tak lain daripada sebuah simpulan visual dari Kubisme, Futurisme dan De Stilj. Oleh karenanya, Art Déco akan dapat mudah diterima secara luas, karena gaya ini memang sangat menarik secara visual, tetapi sangat lemah pada teori dan wacananya.
bandung Arsitektur
Gedung Teater Champs-Elysées salah satu ikon Art Déco di dunia.
Dari berbagai pendapat itu, meskipun tidak secara gamblang menyebutkan secara tepat apa yang membidani kelahiran Art Déco sebenarnya, namun pengaruh Kubisme memang terlihat sangat dominan pada Art Déco. Sejauh apa pengaruhnya tentu saja akan bergantung dari sudut pandang mana melihatnya.
Perubahan sudut pandang, bukan hanya membawa kita untuk melihat yang tak terlihat, tetapi juga untuk mendapatkan sesuatu yang baru, yang tidak kita ketahui sebelumnya. Sebagaimana sebuah perubahan sudut pandang dapat melahirkan suatu cara pandang baru yang disebut Kubisme.

Baca artikel selanjutnya…

Sumber:
www.wikipedia.org
www.tate.org.uk
www.theartstory.org
www.lan-paris.com
www.archdaily.com
www.destinasibandung.co.id
Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel lainnya