Lebih 120 patung lilin dari tokoh-tokoh penting dunia ditampilkan di wahana “The Legend Star”Jatim Park 3, Malang.
Beberapa waktu belakangan ini terjadi perkembangan yang cukup menarik di Indonesia. Apresiasi masyarakat terhadap karya seni rupa, baik seni murni maupun karya desain sangat meningkat. Hal ini tentu saja tidak bisa dilepaskan dari fenomema perkembangan teknologi digital.
Di mana banyak orang berlomba-lomba membuat swafoto yang seunik-uniknya. Untuk kemudian diunggah ke media sosial. Oleh karena itu, tidak heran jika hari ini banyak tempat-tempat wisata yang menggunakan karya-karya seni dan desain sebagai andalan mereka untuk menarik pengunjung.
Patung lilin sebenarnya bukanlah hal yang baru di dunia seni rupa. Bahkan seni patung dengan media lilin ini memiliki perjalanan yang cukup panjang. Berdasarkan sejarahnya yang tertua, patung dengan media ini sudah muncul di zaman Mesir kuno. Patung-patung tersebut banyak ditemukan di situs-situs pemakaman para tokoh-tokoh penting pada masa itu.
Para ilmuwan berpendapat bahwa seni ini memiliki peranan penting dalam proses ritual pemakaman pada zaman Mesir kuno. Karya semacam ini pun ditemukan pada masa Yunani kuno. Hanya saja pada masa ini, seni patung dengan media lilin lebih banyak diperuntukkan sebagai boneka anak-anak. Tradisi ini kemudian berlanjut pada masa Romawi kuno.
Di mana pada masa ini seni patung tersebut lebih banyak berbentuk topeng-topeng. Bukan tanpa alasan, masyarakat pada zaman itu menganggap bahwa topeng-topeng yang dibuat dengan medium lilin itu sebagai bentuk representasi figur-figur nenek moyang. Umumnya topeng-topeng itu ditampilkan dalam upacara-upacara atau pada prosesi pemakaman. Atas jasa keluarga Patrician yang melestarikan tradisi topeng ini, dunia masih bisa menikmati keindahan topeng-topeng tersebut, meskipun sudah berumur puluhan abad lamanya.

Tradisi patung dengan media lilin masih berkembang terus di masa-masa selanjutnya. Di abad pertengahan, tradisi ini pun masih terus berlanjut. Patung diperuntukkan sebagai bentuk persembahan terhadap gereja sekaligus sebagai bentuk pengabadian figur-figur penting dan hebat di pemerintahan atau kerajaan.
Di abad pencerahan atau di zaman Renaissance, peranan patung ini sebagai media utama sangat berkurang. Pada masa ini, patung dengan media lilin tetap digunakan, namun lebih banyak berfungsi sebagai sketsa atau rancangan awal dari suatu karya patung. Banyak seniman-seniman besar pada masa ini yang memanfaatkan tehnik patung dengan media lilin, beberapa diantaranya adalah Michalengelo, Giovanni da Bologna dan Antonio Abondio.

Seni ini kemudian muncul kembali ke permukaan di sekitar abad ke-18 Masehi. Kali ini bukan sebagai pendukung upacara-upacara tradisi atau ornamen ritual pemakaman, pada masa ini, patung lilin sudah murni dipandang sebagai salah satu medium artistik seni, khususnya sebagai bagian dari seni patung. Berbagai pengembangan baik tehnik dan material banyak dilakukan pada periode ini.
Tercatat beberapa seniman seperti John Flaxman, Josiah Wedgwood dan Sir Richard Steele, mereka berperan besar dalam mengembangkan seni tersebut. Selain tokoh-tokoh tersebut, seni ini juga tidak dapat dilepaskan dari nama Marie Tussaud, atau yang lebih dikenal dengan nama Madame Tussaud. Figur inilah yang selanjutnya berjasa besar dalam mempopulerkan seni patung lilin ke seluruh dunia.
