Sudjojono memang seniman yang cukup berbeda. Ia bukan hanya seorang pelukis, tetapi juga seorang kritikus seni. Sudjono tidak hanya menuangkan gagasannya melalui lukisan saja, tetapi juga lewat tulisan-tulisannya.
Pada masa itu, tidak banyak seniman semacam ini. Dan bisa jadi, S. Sudjojono adalah yang pertama sekaligus satu-satunya.

Pandangan dan pola pikirnya tegas dan jelas. Ia memilih nasionalisme sabagai warna utama dari gagasannya. Suatu pandangan yang menurutnya tepat untuk kondisi pada masa itu.
Pandangan tersebut, tentu saja tidak semerta-merta muncul begitu saja. Pergaulannya dengan tokoh-tokoh politik dan pergerakan Indonesia, turut serta membentuk cara pandangnya itu. Untuk menyebarkan “ideologinya” itu, Sudjojono pun aktif dalam pergerakan pemuda. Bersama Otto Djaja, ia mendirikan PERSAGI – Persatuan Guru Gambar Indonesia. Diikuti kemudian keaktifannya di Keimin Bunka Shidoso. Lalu ia pun terlibat dalam pembentukkan SIM – Seniman Indonesia Muda di tahun 1946 dan salah satunya bersama Affandi.
Di organisasi-organisasi yang turut dibentuknya. Sudjojono kemudian berperan sebagai “actor behind the scene” sekaligus mentor bagi para seniman-seniman muda. Pada periode ini, ia banyak memberikan sumbangan-sumbangan pemikirannya. Ia mengajak para seniman lain untuk memikirkan kembali jalan seni yang mereka tempuh. Dan bagaimana seni seharusnya berkontribusi terhadap perjuangan bangsa saat itu.
