Para Seniman Jepang yang Mengguncang Dunia

seniman jepang

Seniman-seniman Jepang generasi baru itu tentu saja membawa warna yang berbeda dari para pendahulunya. Trauma perang dan penetrasi budaya barat yang membanjiri Jepang kala itu membentuk karakter-karakter para seniman tersebut.

Selama ini kita mengenal Jepang sebagai negara penghasil produk-produk dengan teknologi canggih, mulai dari produk otomotif, elektronik hingga produk-produk rumah tangga. Kita juga mengenal Jepang sebagai salah satu negara yang memiliki industri komik terbesar di dunia. Dan bukan hanya itu, Jepang ternyata memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan sejarah seni rupa dunia yang tidak bisa dianggap remeh.
Dalam catatan perjalanan sejarah seni rupa dunia, Jepang ternyata sempat memberikan pengaruh pada kelahiran gerakan Post-Impressionism yang digawangi oleh Vincent Van Gogh. Selain itu, seni rupa Jepang dengan karakter Nihonga-nya juga memberikan andil terhadap lahirnya gerakan artistik Art Nouveau di abad ke-19 Masehi.
Setelah masa-masa itu, seni rupa Jepang dan dunia sempat tertidur lelap, karena disibukkan oleh Perang Dunia ke-2. Belum lagi kondisi Jepang pasca tragedi bom atom di Hiroshima dan Nagasaki yang membuat negara itu harus ada dalam masa pemulihan yang cukup berat. Di masa-masa pasca perang dan pemulihan itulah tumbuh generasi-generasi baru seniman Jepang yang kelak akan mengguncang dunia.
Seniman-seniman Jepang generasi baru itu tentu saja membawa warna yang berbeda dari para pendahulunya. Trauma perang dan penetrasi budaya barat yang membanjiri Jepang kala itu membentuk karakter-karakter para seniman tersebut. Alhasil karya-karyanya pun sangat khas dan mengejutkan bahkan hingga masa-masa sekarang ini.

Yayoi Kusama

yayoi kusama, salah satu seniman jepang yang dikenal dunia
Seniman Jepang ini lahir di tahun 20an. Ia mengalami masa-masa perang dan pemulihan pasca tragedi bom atom. Pengalaman hidupnya itu membentuk Yayoi Kusama menjadi seniman yang memiliki karakter artistik yang khas. Selain itu, kondisinya yang menderita penyakit Rijinshoalam bawah sadar yang penuh dengan halusinasi, juga ikut berperan dalam mewarnai karya-karyanya. Bahkan kelak di masa tuanya, berkesenian justru menjadi bentuk katalisator akan penyakitnya tersebut.
Yayoi Kusama mulai memperdalam bakat seninya di Kyoto School of Arts and Crafts. Di sana ia memperdalam Nihonga seni lukis tradisional Jepang, namun kemudian ia tertarik dan terpengaruh oleh gaya-gaya yang ditawarkan oleh Abstract Expressionism. Di akhir tahun 50an, Yayoi Kusama berpikir bahwa Jepang tidak lagi bisa mewadahi karir keseniannya, pada saat itu juga ia memutuskan untuk hijrah ke New York, Amerika Serikat.
Yayoi Kusama memulai karir barunya di Amerika dengan bantuan Georgia O’Keffe. Seorang seniman yang sudah cukup mapan ketika itu. O’Keffe bukan hanya sekedar kawan bagi Kusama, ia juga merupakan seniman referensi yang mempengaruhi karya-karya Kusama selama meniti karirnya di Jepang.
Selama di Amerika, Yayoi Kusama menjadi bagian penting dalam perubahan gejolak seni di masa itu. Ia terlibat dalam gerakan New York Avant Garde di tahun 60an dan masuk ke dalam gerakan Pop Art, bersama seniman-seniman terkemuka kala itu, seperti Andy Warhol, Robert Rauschenberg dan lain-lain.
infinity room, salah satu karya legendaris seniman jepang
Hal yang cukup menyedot perhatian publik pada Yayoi Kusama adalah ketika ia berada dalam gelombang budaya Hippie, yang merupakan gerakan Counter Culture di tahun 60an. Pada waktu itu, ia menggelar rangkaian Performance Arts di mana partisipannya dilukis dengan motif polka dot dengan warna-warna yang terang dan cerah. Dan di masa itu juga tercipta karya Infinity Rooms, sebuah karya masterpiece yang bahkan hingga hari ini pun karya itu tidak henti-hentinya mengejutkan publik.
Yayoi Kusama adalah seniman kontemporer Jepang yang bekerja lintas medium dan genre. Ia tidak terbelenggu dengan batasan-batasan seni. Hampir semua medium artistik seni pernah ia jelajahi, mulai dari lukisan, patung, instalasi, film, sastra, Performance Arts, hingga fashion.

Yoshitomo Nara

Yoshitomo Nara, salah satu seniman jepang yang mendunia.
Nara yang lahir di tahun ’59 berasal dari keluarga kelas pekerja di Jepang. Ia tumbuh ketika Jepang dibanjiri oleh budaya pop barat. Musik Rock, Punk Rock, dan garis-garis khas kartun Walt Disney mewarnai masa-masa remaja Nara. Kedekatannya dengan dunia seni membuatnya memutuskan untuk menjadi seniman, meskipun pada masa itu di Jepang, seniman masih menjadi profesi yang dipandang sebelah mata.
Nara kemudian melanjutkan sekolahnya ke Aichi Prefectural University of Fine Arts and Music. Di sana ia berhasil meraih gelar kesarjanaan hingga gelar master. Nara kemudian melanjutkan pendidikannya ke Kunstakademie Düsseldorf di Jerman.
Yoshitomo Nara pertama kali muncul di medan sosial seri rupa Jepang tepat di masa emas Pop Art Jepang di tahun 90an. Nara yang dikenal bekerja dengan media lukis, gambar dan patung selalu menampilkan Subject Matter yang khas dan sederhana. Karya-karyanya menampilkan gambaran sosok-sosok anak kecil lugu dan polos dengan warna-warna pastel serta garis-garis kartun yang khas.
Salah satu karya Yoshitomo Nara
Yang menjadi menarik adalah ketika ia menabrakkan kepolosan sosok anak-anak tersebut dengan gestur pandangan sinis yang tidak jarang mengarah pada kebencian. Bahkan tidak jarang Nara juga menambahkan benda-benda yang mengganggu seperti senjata, pisau atau gergaji pada subjek-subjek lukisannya. Hal itu tentu saja menawarkan pembacaan multi interpretasi yang sangat menarik.
Dengan kesederhanaan karakter artistik yang ditampilkannya, karya-karya Nara ternyata sangat mendunia. Ia bahkan memiliki penggemar fanatik di berbagai negara. Di tahun 2000an, Karya-karya Yoshitomo Nara banyak diangkat ke industri. Subjek ciptaannya yang khas menjadi ikon-ikon produk komersial, seperti sampul album musik, video, buku, majalah dan banyak lainnya. Dengan pencapaiannya itu, Yoshitomo Nara menjadi salah satu seniman Jepang yang dapat mencairkan batasan-batasan antara industri komersial dan seni rupa yang sangat eksklusif.

Takashi Murakami

Takashi Murakami, salah satu seniman Jepang yang mendunia.
Awalnya Murakami lebih ingin menjadi seorang animator, untuk keinginannya itu, ia kemudian menempuh pendidikan untuk menjadi seorang drafter di Tokyo University of The Arts. Di tengah pendidikannya, Ia ternyata dinilai lebih ahli di tehnik Nihongaseni lukis tradisional Jepang. Namun kemudian, alih-alih memperdalam Nihonga, Murakami justru lebih tertarik pada scene seni rupa kontemporer Jepang, yang pada waktu itu dinilainya tidak berkembang dan hanya merupakan peniruan dari scene seni rupa barat.
Murakami kemudian memutuskan untuk berkarya di medan sosial seni rupa kontemporer Jepang. Di awal karirnya, karya-karyanya berbentuk Performance Arts  yang bersifat kritik sosial dan satir. Beberapa pameran yang cukup penting sempat ia gelar di awal tahun 90an; Randoseru Project, sebuah karya seni konseptual di tahun 1991, Mixer Project di tahun 1992, dan DOBOZITE DOBOZITE OSHAMANBE di tahun 1992. Di masa-masa ini pula Murakami mulai mengembangkan tokoh Mr DOB yang kemudian bertumbuh menjadi bentuk self portrait-nya. Ikon ini nantinya akan selalu muncul dan mewarnai karya-karya Murakami dalam bentuk motif dan pola-pola yang menarik.
Murakami selanjutnya berkarya melampui batasan-batasan medium dan menjangkau praktik seni yang luas. Ia bekerja dengan lukisan, patung, instalasi, seni grafis, New Media, Performance Arts, animasi, Merchandise hingga Fashion. Di kemudian hari, karakter artistik Murakmi dikenal dengan istilah ‘Superflat.’ Suatu bentuk gaya ekletik antara seni rupa barat dan masyarakat tradisional Jepang pasca perang dunia ke-dua. Yang menjadi menarik kemudian, Superflat dinilai oleh para kritikus seni sebagai bentuk pengaburan batasan antara high art dan low art yang selama ini terdikotomikan.
Mr DOB salah satu ikon rekaan Takahashi Murakami.
Murakami juga dikenal sebagai seniman yang banyak melahirkan ikon-ikon, beberapa yang terkenal a.l. Mr DOB, Bunga yang tersenyum, ikonografi Buddha, tengkorak, jamur dan ikon-ikon dengan gaya Otaku. Dengan ikon-ikon tersebut Murakami ternyata berhasil mengguncang dunia dengan kolaborasinya dengan brand fashion ternama Louis Vuitton. Di mana kolaborasi itu banyak dibaca sebagai suatu bentuk tantangan terhadap dikotomi antara dunia komersial dan seni rupa.
Pretasi yang dicapai oleh Murakami nyatanya bukanlah hanya untuk kejayaan dirinya sendiri. Di tahun 2000an, Murakami mendirikan KaiKai Kiki Co. Ltd, sebuah studio produksi yang berfungsi untuk menopang karir keseniannya baik dari produksi maupun promosi. Di perkembangannya, studio itu kemudian berperan juga untuk melahirkan dan mengorbitkan seniman-seniman muda berbakat. Salah satu bentuknya adalah penyelenggaraan even GEISAI art fair. Dengan Kaikai Kiki dan berbagai kegiatan di dalamnya, Murakami mengungkapkan bahwa apa yang dibangunnya itu adalah untuk membangun medan sosial seni rupa Jepang yang terus-menerus berkelanjutan.
Foto diambil dari berbagai sumber.
Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel lainnya